Di depan gerbang suatu jembatan di salah satu kota Eropa, duduklah
seorang peminta-minta yang buta. Untuk mencari nafkahnya, ia setiap hari
duduk disitu sambil memainkan biola nya yang sudah usang.
Didepannya
terletak kaleng kosong yang diharapkannya orang-orang yang lalu lalang
merasa iba terhadapnya, dan melalui musik biola-nya, orang-orang akan
memberinya sedikit uang. Begitulah pengemis miskin ini melakukan
kebiasaannya setiap harinya.
Pada suatu hari, seseorang yang berpakaian sedikit rapi, berjubah
panjang, datang menghampiri pengemis tadi dan meminta agar pengemis itu
meminjamkan biola usangnya. Tentu saja dengan sigap pengemis itu
menolak, dan berkata “Tidak!! Ini adalah hartaku yang paling mahal !”.
Pendatang ini tidak putus asa, dan terus membujuk si pengemis agar
mau meminjamkannya biola tersebut hanya untuk sebuah lagu. Sepertinya
ada rasa kepercayaan pada pengemis buta itu, dan dengan perlahan ia
memberikan biola tuanya kepada pendatang tersebut.
Pendatang tersebut mengambil biola tersebut, dan mulai memainkan
sebuah lagu dengan begitu merdu. Suara biola yang begitu halus ditangan
si pendatang membuat orang yang lalu lalang berhenti dan mereka mulai
berkeliling mengelilingi si pendatang dan pengemis tersebut.
Begitu merdunya lagu dan bagusnya permainan biola si pendatang
tersebut membuat semua orang terdiam, dan si pengemis buta ternganga
tanpa dapat berkata-kata. Kaleng yang tadinya kosong kini telah penuh
dengan uang dan lagu demi lagu telah dimainkan oleh si pendatang
tersebut.
Akhirnya iapun harus menyelesaikan permainannya, dan sambil mengucapkan
terimakasih, ia mengembalikan biola tersebut kepada si pengemis. Si
pengemis sambil berurai air mata, dan dengan gemetar bertanya: “Siapakah
anda orang budiman?”. Si pendatang tersenyum dan dengan perlahan
menyebutkan namanya “